Kamis, 15 April 2010

Adat Mitoni

yobeaggerkosongsatoe@ymail.com UPACARA ADAT MITONI
Pengantar
Arti kata “Mitoni”, berasal dari kata Jawa: “Am” yang artinya melaksanakan dan “Pitu” yang artinya tujuh. Maka “Amitoni” yang kemudian disingkat “Mitoni” adalah tradisi dalam budaya Jawa yang artinya melaksanakan upacara 7 bulan kehamilan.
Seperti yang telah diuraikan dalam Ibadah Syukur yang baru saja berakhir, bahwa dalam Budaya Jawa, angka 7 adalah “angka kesempurnaan”, dan bila kita lihat dalam falsafah Gereja memang menempatkan angka 7 sebagai “angka kegenapan”. Berkaitan dengan hal itu, dipercaya bahwa usia kandungan 7 bulan adalah usia yang sudah sempurna, tinggal bertumbuh dan berkembang sampai pada saat kelahiran nanti.
Upacara Sungkeman
Mengawali upacara Mitoni ini, Maria akan memohon doa restu atau dalam bahasa Jawa “Sungkem”, kepada Orang tua dan Suami.
Mohon doa restu atau sungkem adalah tradisi yang mulia, sebagai ungkapan kesadaran bahwa adanya tugas yang besar yaitu melahirkan anak, mendidik dan membesarkannya. Semua itu akan mustahil dilakukan jika tanpa doa restu Orang tua dan kerja sama yang serasi dengan Suami. Permohonan doa restu ini, juga ungkapan kesatuan doa dan harapan akan berlangsungnya persalinan yang lancar dan kasih dari Orang tua dan Suami yang menjadi belahan jiwa Maria.
Upacara Siraman
Sesudah Sungkeman, kini Maria akan melaksanakan Siraman. Kata “Nyirami” adalah kata dalam bahasa Jawa yang artinya “membasahi dengan menyeluruh, intensif dan berdaya menumbuhkan”. Kata ini bukan sekedar menguyurkan air, namun juga mengandung makna mencuci, membersihkan diri dan menyegarkan. Air yang digunakanpun berasal dari 7 sumber, yang keseluruhannya akan dicampur menjadi satu.
Dengan upacara ini, diharapkan calon Ibu memiliki kebersihan jiwa-raga, lahir-batin, dan pada saatnya nanti diharapkan dapat melahirkan anak yang bersih dan sehat, jauh dari pengaruh-pengaruh yang mengotori jiwa dan raganya.
Dalam tradisi Gereja, air juga dipakai sebagai tanda pembersihan dan kehidupan. Air dipakai dalam upacara permandian, yang melambangkan pembersihan dari dosa agar menjadi manusia baru dalam Tuhan. Maka marilah kita mohon berkat Tuhan atas air siraman ini.
Doa Mohon berkat atas Air Siraman (oleh Bp.Yohanis Brusel Eldad Taneo)
Upacara Brojolan
Dalam bahasa Jawa “Brojol” artinya keluar dengan sendirinya, dengan cepat dan lancar. Makna dari upacara ini adalah pengharapan agar pada saatnya nanti, bayi yang sekarang masih dalam kandungan, bisa “m’brojol” dengan baik, lahir dengan mudah, lancar, selamat, sehat dan lengkap. Upacara ini terdiri dari beberapa bagian:
1. Meluncurkan Telur
Makna yang terkandung didalamnya yaitu harapan agar calon Ibu dapat melahirkan dengan normal tanpa adanya halangan yang merintang.
2. Membuka Janur
Janur ini akan dililitkan pada perut calon Ibu dan kemudian akan dibuang jauh-jauh. Makna yang terkandung didalamnya menjauhkan calon Ibu dari marabahaya, yaitu dengan membuang segala rintangan yang akan menghalangi persalinannya kelak.
3. Cengkir Gading
Bayi yang akan dilahirkan dilambangkan dengan kehadiran sepasang “cengkir gading”, yaitu kelapa yang berwarna kuning gading. Pada cengkir tersebut terdapat lukisan, yaitu Dewi Kamaratih atau Sembadra, lambang seorang wanita, dan lukisan Dewa Kamajaya atau Arjuna, lambang seorang pria. Maknanya jika kelak bayi yang lahir adalah laki-laki maka diharapkan akan tampan, bijaksana, pintar dan mempunyai sifat luhur seperti Dewa Kamajaya, dan jika kelak bayi yang lahir adalah perempuan, diharapkan cantik lahir dan batin, cerdas dan mempunyai sifat-sifat luhur seperti Dewi Kamaratih.
Upacara Ganti 7 Busana
Dalam upacara mitoni tradisi Jawa, calon Ibu harus berbusana 7 macam kain, hal itu melambangkan 7 macam keutamaan hidup yang harus dimiliki setiap manusia baru yang akan lahir di dunia ini dengan perantaraan ibunya. Ke-7 keutamaan hidup, yang akan menjadi “busana” anak yang akan lahir nanti, akan diungkapkan dengan 7 macam kain batik tradisionil jawa dan 7 warna kebaya yang menyertainya. Ke-7 kain itu, masing masing memiliki makna dan keseluruhannya melambangkan cita-cita dan tuntunan hidup yang harus diberikan oleh setiap orang tua dalam mendidik anak-anaknya.
Sesuai tradisi, setiap kali sang calon Ibu mengenakan kain dan baju, akan ditanyakan pada para hadirin apakah busana yang sedang dikenakan sudah pantas atau tidak. Atas pertanyaan tersebut, mohon dapat dijawab bersama-sama. Tradisi ini sebagai ungkapan bahwa untuk mencapai kesempurnaan hidup, kita, sebagai manusia yang lahir dari seorang ibu, harus tidak pernah puas mengenakan busana yang pantas, yaitu busana “nilai etika dan nilai pribadi”.
Busana 1: Kain Sido Mukti
Jenis kain ini melambangkan “kamuktèn” atau kesejahteraan yang diharapkan akan dimiliki oleh anak yang akan lahir ini. Kain ini biasanya diapakai dalam upacara resmi yang melambangkan kebesaran pangkat dan karir seseorang. Kain ini juga sebagai ungkapan akan harapan yang mendalam, agar kehadiran anak ini akan membawa kesejahteraan dan kemakmuran bagi orang tua, keluarga dan sesamanya.
MC : Apakah busana ini sudah pantes, luwes dan gandhes?
Hadirin : Belum, masih harus disempurnakan!!
Busana 2: Kain Wahyu Temurun
Jenis kain ini melambangkan turunnya benih kehidupan, yaitu anugerah Tuhan atas benih seorang anak dalam kandungan seorang Ibu. Hal ini juga mengandung harapan agar dalam kehidupan anak tersebut akan selalu dipenuhi berkat melimpah.
MC : Apakah busana ini sudah pantes, luwes dan gandhes?
Hadirin : Belum, masih harus disempurnakan!!
Busana 3: Kain Sido Asih
Jenis kain ini melambangkan cinta suami istri sebagai dasar utama dalam menghadapi suka duka perjalanan hidup. “Asih” berarti cinta dan belas kasih. Kain ini melambangkan pengharapan orang tua bagi anak-anaknya, agar menjadi manusia yang memiliki kasih terhadap sesama. Hal ini juga menyiratkan akan ajaran iman Kristiani yang mengajarkan untuk saling mengasihi kepada sesama manusia.
MC : Apakah busana ini sudah pantes, luwes dan gandhes?
Hadirin : Belum, masih harus disempurnakan!!
Busana 4: Kain Sido Drajat
Jenis kain ini mengandung harapan agar anak yang akan lahir nanti, akan mempunyai derajat yang tinggi dan dihormati dalam masyarakatnya.
MC : Apakah busana ini sudah pantes, luwes dan gandhes?
Hadirin : Belum, masih harus disempurnakan!!
Busana 5: Kain Sido Dadi
Jenis kain ini mengandung harapan agar anak yang akan dilahirkan menjadi orang yang sukses.
MC : Apakah busana ini sudah pantes, luwes dan gandhes?
Hadirin : Belum, masih harus disempurnakan!!
Busana 6: Kain Babon Angkrem
Jenis kain ini melambangkan sesuatu yang berjalan dengan normal. Hal ini mengandung harapan agar proses persalinan yang akan dihadapi nanti dapat berlangsung secara alamiah.
MC : Apakah busana ini sudah pantes, luwes dan gandhes?
Hadirin : Belum, masih harus disempurnakan!!
Busana 7: Kain Tumbar Pecah
Seperti “ketumbar” yang ditumpahkan dari tempatnya, demikianlah pralambang dari jenis kain ini. Makna di dalamnya mengandung harapan bahwa persalinan akan berjalan dengan lancar dan tanpa adanya suatu halangan.
MC : Apakah busana ini sudah pantes, luwes dan gandhes?
Hadirin : Sudah, sudah sempurna!!
Upacara Angkreman
Upacara ini mengandung arti bahwa dalam proses persalinan diharapkan dapat berlangsung secara alamiah.
Upacara Membelah Kelapa
Calon Ayah akan membelah kelapa, yang melambangkan bahwa telah dibukakan jalan bagi anaknya untuk dapat lahir sesuai jalannya.
Upacara Makan Bersama
Dalam tradisi Jawa, upacara makan bersama juga menjadi bagian yang penting dari rangkaian Upacara Mitoni yang diselenggarakan hari ini. Dengan makan bersama, kita diajak mensyukuri rejeki dan anugerah Tuhan, dan kita semua dipersatukan sebagai saudara dengan menyantap hidangan yang sama.
Atas segala hidangan yang telah disediakan, baiklah kita semua mengucap syukur dengan berdoa bersama.
1. Doa Makan
Dalam upacara ini, berbagai hidangan telah disediakan dan ada beberapa diantaranya yang melambangkan nilai-nilai etika dan tradisi budaya Jawa, selain itu di dalamnya juga terkandung akan doa dan harapan. Beberapa hidangan tersebut antara lain:
2. Tumpeng Sapta Nugraha
Tumpeng ini terdiri dari 7 tumpeng dalam 1 tempat yang besar. 1 tumpeng besar, dikelilingi oleh 6 tumpeng yang ukurannya lebih kecil. Tumpeng ini sebagai pralambang bahwa usia kandungan sudah mendekati persalinan. Selain itu dengan menyantap tumpeng ini kita berharap semoga Tuhan senantiasa mencurahkan kepada kita semua, khususnya kepada bayi yang akan lahir nantinya, 7 anugerah keutamaan hidup yaitu kebijaksanaan, pengertian, penasihat, kekuatan, kesederhanaan, kesalehan dan ketulusan.
Tumpeng akan dipotong sebagai pralambang ungkapan syukur bahwa Upacara Mitoni ini telah berhasil dilaksanakan dengan lancar.
Tumpeng juga akan disuapkan oleh calon Ayah kepada calon Ibu. Hal itu mengandung arti bahwa sang ayah akan melaksanakan kewajibannya kepada keluarganya, yaitu menjadi seorang Ayah yang baik dengan memberikan kebahagiaan lahir dan batin kepada istri dan anak-anaknya kelak.
3. Bubur 7 macam
Terdiri dari jenang procot, bubur candil, bubur mutiara, bubur sunsum, bubur kacang hijau, bubur ketan hitam dan bubur jagung. Ketujuh macam ini mengandung makna pengharapan akan proses persalinan yang “licin” atau lancar.
4. Ketan/Jadah 7 warna
Melambangkan kebahagiaan keluarga Ronald & Maria, dan juga keluarga besarnya, menunggu hadirnya anak yang telah diharapkan.
5. Takir Potang
Hidangan ini akan diberikan pada para Sesepuh, ha ini mengandung ungkapan terima kasih karena telah berkenan hadir dalam acara hari ini.
6. Polo Pendem
Hidangan ini adalah buah yang telah direbus. Asal buah ini dari dalam tanah yang dapat dicabut dengan mudah. Mengandung harapan bahwa persalinan nantinya dapat dengan mudah dijalani.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar